Wonogiri – Radar Kasusnews.com | 21 Oktober 2025
Pelayanan publik kembali tercoreng. Kali ini, sorotan tajam mengarah ke Samsat Wonogiri, Jawa Tengah, setelah muncul dugaan permainan prosedur dalam pengurusan perpanjangan STNK kendaraan bermotor.
Yang mengejutkan, korban dari praktik ini bukan warga biasa, melainkan keluarga besar media Radar Kasusnews.com sendiri.
Peristiwa itu terjadi pada 17 Oktober 2025, ketika R, salah satu keluarga jurnalis Radar Kasusnews.com, datang ke Samsat Wonogiri untuk memperpanjang STNK motor miliknya. Semua berkas telah disiapkan sesuai aturan, namun proses yang seharusnya sederhana mendadak berubah menjadi transaksi tidak resmi.
> “Saya datang pagi, berkas lengkap. Tapi petugas bilang kendaraan harus dibawa untuk cek fisik. Saat saya jelaskan motornya sedang di luar kota, ada yang menawari bisa dibantu asal menambah biaya. Katanya itu untuk cek fisik bantuan, supaya cepat selesai,” ujar R kepada redaksi Radar Kasusnews.com pada 20 Oktober 2025.
Pernyataan tersebut menegaskan adanya pola lama yang kini dibungkus rapi dengan istilah baru. Dalih “bantuan” seolah menjadi tameng bagi praktik yang sejatinya masuk kategori pungutan liar, karena tidak memiliki dasar hukum dan tidak tercantum dalam ketentuan resmi Samsat.
Erlangga Setiawan, SH, Pimpinan Redaksi sekaligus Direktur Utama Radar Kasusnews.com, dengan keras mengecam praktik semacam ini.
Menurutnya, tindakan itu merupakan bentuk pelecehan terhadap semangat pelayanan publik dan pengkhianatan terhadap kepercayaan masyarakat.
> “Jangan berdalih bantuan jika ujungnya uang. Itu sama saja menipu rakyat dengan cara yang lebih halus. Kalau pelayanan publik masih dijalankan dengan mental dagang seperti ini, berarti negara sedang kalah di meja pelayanannya sendiri,” tegas Erlangga.
Ia menambahkan, bahwa tindakan seperti ini adalah cerminan lemahnya pengawasan internal. Padahal, setiap rupiah yang dibayarkan rakyat untuk pajak kendaraan adalah bagian dari kewajiban yang sudah berat ditunaikan.
> “Rakyat sudah patuh bayar pajak, tapi tetap dipalak lewat celah prosedur. Ini bukan hanya soal oknum, tapi soal mental aparat yang masih berpikir pelayanan adalah ladang keuntungan pribadi. Dan kalau atasan diam, artinya pembiaran sedang terjadi,” sambungnya tajam.
Praktik semacam ini, kata Erlangga, tak bisa lagi disebut kesalahan individu. Ketika terjadi berulang di banyak daerah, itu menunjukkan bahwa sistemnya sendiri yang sudah lapuk.
Publik berhak marah, karena mereka membayar pelayanan, bukan pemerasan yang dibungkus sopan.
Sementara itu, saat awak media mencoba melakukan konfirmasi kepada Bripka Didik Handoko, salah satu petugas di lingkungan Samsat Wonogiri, melalui pesan singkat WhatsApp dan panggilan WhatsApp pada 21 Oktober 2025, tidak ada jawaban sedikit pun yang diberikan.
Diamnya Bripka Didik terhadap upaya konfirmasi publik dianggap sebagai bentuk pengabaian tanggung jawab moral dan etik seorang aparat negara. Dalam situasi publik sedang menuntut transparansi, sikap bungkam seperti ini justru memperkuat dugaan adanya pola permainan yang sengaja ditutup-tutupi.
Setelah berita ini dipublikasikan, tim Radar Kasusnews.com akan melakukan konfirmasi kepada Kapolres Wonogiri, Kasat Lantas Wonogiri, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk meminta penjelasan resmi atas dugaan permainan pelayanan di tubuh Samsat Wonogiri.
Jika dugaan ini benar, maka praktik tersebut bukan hanya merusak wibawa institusi, tapi juga menghancurkan kepercayaan rakyat terhadap simbol kehadiran negara yang seharusnya bersih dan melayani.