Kudus, 20 Oktober 2025 — Radar Kasus News.com
Setelah sehari memilih bungkam, Kanit Regident Satlantas Polres Kudus, yang akrab disapa Bu Dwi, akhirnya membuka suara. Namun bukan dengan tindakan tegas atau klarifikasi terbuka, melainkan dengan pesan WhatsApp bernada lembut yang justru menyulut kemarahan publik.
Pada pagi hari tanggal 20 Oktober 2025, Bu Dwi mengirim balasan kepada wartawan Radar Kasus News.com dengan isi pesan yang berbunyi:
> “Selamat pagi Pak, mohon maaf apabila pelayanan kami kurang. Apabila ada pengaduan kami mempunyai nomor aduan dengan nomor berikut: 082225556411 dan media sosial @satlantas_polres_kudus, @satpas1437reskudus. Apabila ada keluhan dapat menghubungi nomor di atas. Dengan segala hormat kami meminta maaf atas kurangnya pelayanan yang kami berikan 🙏 dan kami mengundang Bapak untuk datang langsung ke Satpas kami apabila informasi yang kami berikan kurang. Terima kasih 🙏.”
Sekilas sopan. Tapi bagi rakyat yang sudah muak dengan permainan di balik meja birokrasi, kata-kata manis itu terdengar seperti naskah pengalihan perhatian — penuh tata krama tapi kosong tanggung jawab.
Pesan yang seolah berempati, tapi di baliknya tersimpan aroma klasik: upaya menutup bau busuk dugaan pungli SIM baru senilai Rp750 ribu yang menyeret nama Baur SIM dan oknum petugas di lapangan.
Salah satu sumber internal yang ditemui tim Radar Kasus News.com bahkan menegaskan bahwa jawaban seperti itu bukan inisiatif spontan, melainkan format siap pakai untuk memadamkan isu.
> “Sudah biasa begitu. Kalau ada wartawan tanya, kirim template maaf. Kalau sudah sepi, semua jalan lagi seperti biasa. Cuma kali ini mungkin mereka salah alamat, karena medianya Radar Kasus,” ujarnya dengan nada tajam.
Direktur Utama sekaligus Pemimpin Redaksi Radar Kasus News.com, Erlangga Setiawan, S.H., menyebut langkah Kanit Regident itu sebagai bentuk empati palsu dan pembenaran birokrasi yang bobrok.
> “Kalimat ‘mohon maaf’ tidak akan pernah cukup kalau rakyat masih harus membayar untuk keadilan. Kalau memang bersih, buktikan! Tunjukkan siapa pelakunya, jangan bersembunyi di balik pesan WhatsApp dan emoji tangan menangkup,” tegas Erlangga.
Ia menilai diamnya Kapolres Kudus atas laporan masyarakat justru menunjukkan adanya pembiaran sistemik di tubuh Satlantas Kudus.
> “Kalau Kapolres tidak tahu, itu kelalaian. Tapi kalau tahu dan diam, itu kejahatan moral. Diam di tengah bau busuk sama saja ikut menghirupnya,” lanjutnya.
Erlangga menegaskan, Radar Kasus News.com bersama seluruh jajaran redaksi dan tim investigasi lapangan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
Menurutnya, publik berhak tahu apakah dugaan pungli ini dilakukan atas inisiatif oknum di bawah, atau justru sudah menjadi skema lama yang dilindungi diamnya pimpinan.
> “Kami tidak gentar. Kami akan buka fakta satu per satu. Kalau perlu, kami bawa temuan lapangan ini ke Propam Mabes Polri. Karena kalau kebenaran tidak dibuka dari dalam, maka media wajib membukanya dari luar,” ujar Erlangga dengan nada dingin.
Masyarakat Kudus pun mulai kehilangan kepercayaan terhadap aparat yang seharusnya menjadi pelindung, bukan pemalak.
Bagi mereka, Satlantas Kudus kini bukan sekadar gagal melayani — tapi juga gagal menjaga kehormatan institusi kepolisian itu sendiri.
> “Kami tidak butuh permintaan maaf di WhatsApp, kami butuh tindakan nyata. Kalau hukum masih bisa dibeli dengan Rp750 ribu, lalu apa bedanya negara ini dengan pasar gelap?” ujar salah satu warga Kudus dengan suara geram.
Hingga berita ini diterbitkan, Kapolres Kudus, Baur SIM, dan Kanit Regident belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pungli yang menyeret nama institusi mereka.
Namun satu hal pasti: Radar Kasus News.com dan seluruh jajarannya tidak akan berhenti di tengah jalan.
> “Keadilan mungkin bisa ditunda, tapi tidak bisa dikubur. Siapa pun yang menutupinya — cepat atau lambat — akan kami buka di bawah terang kebenaran,” tutup Erlangga tajam.
Penulis Erlangga