Jepara – Radar kasusnews.com | 7 Oktober 2025
Slogan “Polri Presisi” kembali tercoreng. Di balik senyum pelayanan dan janji zona bebas pungli, Samsat Jepara, Jawa Tengah, justru menjadi sorotan tajam publik. Tempat yang seharusnya menjadi simbol ketertiban administrasi kendaraan, kini diduga berubah menjadi ladang permainan uang di bawah kendali oknum.
Kesaksian R (40), warga Kecamatan Tahunan, Jepara, mengungkap potret bobroknya sistem tersebut. Ia mendatangi Samsat Jepara pada 29 September 2025 untuk memperpanjang STNK miliknya. Namun, sebelum sempat mengambil nomor antrean, ia disambut seseorang yang menawarkan jalur cepat berbayar.
> “Baru datang sudah ditawari bantuan. Katanya biar nggak antre, cukup bayar Rp450.000, nanti STNK langsung jadi. Padahal biaya resminya nggak sampai segitu. Saya yakin ini bukan baru sekali,” ujar R kepada tim redaksi Radar kasusnews.com pada 6 Oktober 2025.
Temuan ini menguatkan dugaan adanya pola pungli terstruktur di balik meja pelayanan publik. Jalur resmi seolah hanya menjadi hiasan prosedural, sementara jalur belakang berjalan dengan restu diam pihak berwenang.
Publik pun menyorot Kapolres Jepara AKBP Erick Budi Santoso, S.I.K., M.Si., serta Kasat Lantas Polres Jepara, yang diduga tidak mampu menutup ruang permainan kotor di wilayah hukumnya.
Erlangga Setiawan, SH, Pimpinan Redaksi Radar kasusnews.com, menyampaikan kritik keras terhadap lemahnya pengawasan aparat kepolisian di bawah struktur komando.
> “Kalau pungli bisa beroperasi di ruang terbuka, berarti sistem pengawasan mati. Kapolres tidak bisa hanya bersembunyi di balik kata ‘oknum’. Publik berhak bertanya: apakah pembiaran ini karena ketidakmampuan, atau karena ada yang ikut menikmati?” ujarnya tajam.
Erlangga menambahkan bahwa praktik seperti ini telah menyalahi hukum dan melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di mana pejabat publik yang membiarkan atau menikmati pungutan liar dalam tugasnya dapat dipidana berat.
> “STNK adalah hak warga, bukan barang dagangan. Ketika rakyat harus membayar lebih untuk sesuatu yang sudah jadi kewajiban negara, itu bukan pelayanan — itu pemerasan berkedok prosedur. Dan diamnya pimpinan hanya mempertebal keyakinan publik bahwa kejahatan sedang dilindungi seragam,” tegas Erlangga.
Namun yang lebih mengejutkan, saat dikonfirmasi wartawan melalui pesan singkat WhatsApp pada 7 Oktober 2025, Baur STNK Samsat Jepara justru menunjukkan sikap yang tidak profesional dan bernada merendahkan profesi wartawan. Bukannya memberikan klarifikasi, sang Baur malah menuduh wartawan melakukan copy-paste berita.
> “Dulu kayaknya sudah pernah kok, sama kayak di kopi gitu,” tulisnya enteng melalui pesan WhatsApp kepada wartawan Radar kasusnews.com.
Sikap ini menuai kecaman keras dari kalangan jurnalis. Alih-alih menjawab substansi dugaan pungli, Baur STNK justru berusaha mengalihkan isu dengan pernyataan sinis yang melecehkan kerja pers. Dalam konteks pelayanan publik, tanggapan semacam itu dinilai mencerminkan arogansi dan ketidakmampuan menghadapi kritik.
Radar kasusnews.com menilai pernyataan Baur STNK tersebut sebagai bukti nyata rendahnya integritas komunikasi publik di lingkungan Polri.
Alih-alih membela transparansi, tanggapan itu justru menegaskan bahwa sebagian aparat lebih sibuk menutup borok institusi daripada memperbaikinya.
Setelah berita ini dipublikasikan, redaksi akan segera melakukan konfirmasi resmi kepada Kasat Lantas Polres Jepara, Kapolres Jepara AKBP Erick Budi Santoso, S.I.K., M.Si., Kapolda Jawa Tengah, serta Ditlantas Polda Jawa Tengah untuk memperoleh klarifikasi dan tindakan tegas atas dugaan ini.
Publik kini menunggu: apakah AKBP Erick Budi Santoso akan berani membersihkan jajarannya dari sikap arogan dan praktik kotor, atau justru membiarkan Samsat Jepara menjadi simbol kecil dari penyakit besar bernama pembiaran.