Tulungagung – Radar kasusnews.com | 27 September 2025
Di tengah semangat reformasi birokrasi yang terus didengungkan pemerintah, Samsat Tulungagung justru menampilkan wajah yang mencoreng marwah pelayanan publik. Radar kasusnews.com menerima informasi pada 26 September 2025 dari M, warga salah satu desa di Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung, yang mengaku dipaksa memilih jalur belakang saat ingin membayar pajak kendaraan bermotor pada 10 September 2025.
“Baru turun dari motor, belum sempat antre, ada orang langsung datang dan tawarkan jalur cepat. Bayar Rp300.000 katanya semua beres tanpa ribet. Rasanya seperti masuk pasar gelap, bukan kantor negara,” tegas M.
Dugaan praktik jalur dalam ini semakin memperkuat anggapan publik bahwa ada pihak yang bermain di tubuh Samsat Tulungagung. Bagaimana mungkin ruang pelayanan publik berubah menjadi pasar transaksi gelap? Bagaimana mungkin rakyat dipaksa membayar lebih hanya untuk mendapatkan hak layanan yang sudah dijamin negara?
Erlangga Setiawan, SH, Pimpinan Redaksi Radar kasusnews.com, melontarkan kritik yang menghantam telak:
“Jika benar ada praktik jalur belakang, maka ini bukan sekadar pungli — ini pengkhianatan terhadap rakyat dan konstitusi. Samsat itu simbol negara yang seharusnya melayani dengan integritas, bukan lapak percaloan. Membiarkan praktik ini sama saja memberi pesan kepada publik bahwa hukum bisa ditawar, keadilan bisa dibeli. Negara tidak boleh diam, karena diam berarti ikut menjadi bagian dari kejahatan.”
Radar kasusnews.com menegaskan bahwa kasus ini adalah alarm darurat integritas pelayanan publik. Pajak yang dibayarkan rakyat adalah tulang punggung pembangunan. Bila pungutan liar merajalela di ruang pelayanan negara, maka itu sama saja merampok masa depan masyarakat.
Setelah berita ini tayang, Radar kasusnews.com akan menuntut penjelasan dari Kasat Lantas Polres Tulungagung, Kapolres Tulungagung, dan Ditlantas Polda Jawa Timur. Publik tidak lagi butuh retorika manis, publik menuntut eksekusi: penindakan, pemecatan, dan pembersihan sistem dari oknum yang memperdagangkan kewenangan.
Jika dugaan ini terbukti, kasus Samsat Tulungagung adalah bukti nyata bahwa negara bisa kalah oleh para calo yang berseragam atau berafiliasi dengan aparat.
Kita tidak boleh lagi diam. Negara yang kalah oleh calo adalah negara yang mengkhianati rakyatnya.
Dari sudut pandang hukum, praktik jalur belakang seperti ini patut diduga melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang pemerasan oleh penyelenggara negara, yang ancaman hukumannya maksimal seumur hidup atau pidana penjara 4 hingga 20 tahun. Selain itu, perbuatan ini juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan atau Pasal 423 KUHP tentang penyalahgunaan jabatan untuk memaksa membayar. Jika terbukti dilakukan secara sistematis, maka ini bukan sekadar pelanggaran disiplin, tetapi tindak pidana serius yang merusak kepercayaan publik kepada institusi negara
Penulis Erlangga